h36fBKl6IGAl600aLh3XwESUlCJ3z4hPI1YGP78M

Sebab Akibat yang Saling Bergantungan dan Kekosongan

Pada permulaan topik ini telah digambarkan bagaimana kecambah dan nyala lampu minyak tergantung pada suatu kombinasi sebab dan kondisi untuk keberadaannya. Ini berarti bahwa kecambah dan nyala lampu, seperti juga hal lainnya, tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaan hal tersebut karena adanya hubungan dengan hal lain. Ini yang dinamakan relativitas atau `kekosongan' dalam pengertian Buddhisme yang merupakan aspek lain mengenai Sebab - Akibat.

baca juga: sebab akibat kebenaran

Sebab Akibat yang Saling Bergantungan dan Kekosongan
Suatu benda atau hal adalah apa adanya dan tergantung pada benda atau hal lainnya. Sebagai contoh, seorang pria adalah ayah dari anaknya dan anak dari ayahnya. Demikianlah sehingga identitasnya tergantung dari hubungan tersebut yang dinamakan relativitas. Jarak antara Jakarta dan Bandung adalah lebih jauh dibandingkan dengan jarak antara Jakarta dan Bekasi, tetapi dibandingkan dengan jarak antara Jakarta dan Semarang akan lebih dekat jadinya. Dekat dan jauh seperti ayah dan anak adalah relativitas. Hal tersebut dianggap ada dan masuk akal hanya apabila terjadinya hubungan dengan hal lainnya.
Relativitas atau ` kekosongan ' berarti bahwa tidak ada suatu hal yang berdiri sendiri dan tidak dapat berubah. Tidak ada seseorang yang tiba-tiba menjadi seorang ayah. Seorang pria menjadi ayah karena hubungannya terhadap anaknya. ` Kekosongan ' bukan berarti tidak ada berapa. Sebaliknya ` kekosongan ' dapat berarti keterbukaan dan kepastian yang tidak terbatas. Setiap anak lelaki dapat menjadi seorang ayah, apabila terjadi kombinasi yang benar dari sebab dan kondisi. Demikian juga setiap orang dapat mencapai pencerahan, jika dia melaksanakan Delapan Ruas Jalan Kemuliaan, yaitu : (1). Tingkah-laku Baik (Perkataan benar, Perbuatan benar, Mata Pencaharian benar), (2). Perkembangan Mental (Usaha benar, Kesadaran benar, Konsentrasi benar) dan Kebijaksanaan, (3). (Pandangan benar, Pikiran benar).
Kebenaran pokok mengenai Hukum Sebab-Akibat merupakan inti ajaran Sang Buddha. Dengan memahami Hukum Sebab-Akibat, Sang Buddha mencapai Pencerahan. Beliau bersabda, " Kebenaran yang sebenarnya adalah Hukum Sebab Akibat. Tanpa menyadari kebenaran pokok tersebut, maka orang akan menjadi rumit seperti sebuah bola benang, tidak mampu untuk menghentikan penderitaan dan kelahiran kembali."
Uraian mengenai konsep kekosongan ini dapat ditemui dalam naskah Sanskerta sebagaimana tercatat dalam Prajnaparamita Hrdaya Sutera (Sin-Cing), Avalokitesvara Bodhisattva mengungkapkan pengertian Kekosongan tersebut secara sempurna kepada Y.A. Sariputra, "Dalam hal ini, O , Sariputra, wujud (rupa) adalah kekosongan (sunyata), dan kekosongan itu sendiri adalah wujud; kekosongan tidak berbeda dari wujud, dan wujud juga tidak berbeda dari kekosongan; apapun yang merupakan wujud, itu adalah kekosongan, apapun yang merupakan kekosongan itu adalah wujud. Begitu pun halnya dengan vedana (perasaan), samjna (pencerapan/persepsi), samskara (dorongan pikiran/bentuk-bentuk mental), dan vijnana (kesadaran). Demikianlah, O, Sariputra, segala sesuatu (dharma) bercorak kekosongan (sunyata); mereka tak muncul, juga tak berakhir; tidak kotor, juga tidak murni bersih; tidak kurang, tidak lengkap atau bertambah."
Sedangkan dalam naskah Pali terdapat sabda berikut: "Beginilah, dengan cara yang sama, O para siswa, seorang bhikkhu harus memandang semua rupa (bentuk jasmani), vedana (perasaan), sanna (pencerapan/persepsi), sankhara (dorongan pikiran/bentuk-bentuk mental), dan vinnana (kesadaran), tidak peduli dari jaman lampau, dari jaman sekarang atau pun dari jaman yang akan datang, jauh atau dekat. Dan ia mengamat-amatinya dan menelitinya secara cermat, dan setelah diteliti dengan cermat, semua itu tertampak kepadanya sebagai sesuatu yang kosong , hampa dan tanpa diri." (Samyutta Nikaya XXI : 5-6).
Lihat juga: bekerjanya karma
lokasi foto: Arca Wairocana di kuil Tōdai-ji di Nara, Jepang
Related Posts

Related Posts

Post a Comment

samsung galaxy