h36fBKl6IGAl600aLh3XwESUlCJ3z4hPI1YGP78M

Ketanpa-intian/Ketanpa-akuan [Anatman-laksana/ Anatta-lakkhana] - Tanda Keberadaan Alam Semesta

3. Ketanpa-intian/Ketanpa-akuan [Anatman-laksana/ Anatta-lakkhana]
Sang Buddha bersabda: " Segala sesuatu yang berkondisi adalah tanpa inti. Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat hal ini, maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan. Inilah Jalan yang membawa pada kesucian." (Dhammapada , 279).
Ketanpa-intian/Ketanpa-akuan [Anatman-laksana/ Anatta-lakkhana] - Tanda Keberadaan Alam Semesta
Kita selalu berpikir bahwa kita mempunyai kepribadian atau diri yang nyata dan kekal, sehingga seseorang dapat hidup dengan mengalami berbagai pengalaman hidup. Tetapi Sang Buddha mengajarkan bahwa tidak ada yang nyata, kekal dan kepribadian yang bebas atau sifat diri atau inti dari segala sesuatu. Ini merupakan tanda keberadaan ketiga.
Jika kekekalan dan kebebasan diri benar ada, seseorang seharusnya dapat mengidentifikasikannya. Ada orang yang menyatakan bahwa tubuh adalah diri, atau pikiran adalah diri. Tetapi kedua pernyataan tersebut salah adanya. Baik tubuh maupun pikiran tidaklah kekal, selalu berubah dan akan musnah, dimana tergantung banyak faktor untuk keberadaannya. Tidak ada tubuh ataupun pikiran yang kekal dan bebas adanya.
Seandainya tubuh adalah diri, maka dia akan mampu mengendalikan dirinya sendiri untuk menjadi perkasa atau adil. Tetapi tubuh cepat lelah, lapar dan sakit terhadap kebutuhannya, sehingga tubuh tidak dapat menjadi pribadi atau diri tersebut. Demikian juga, seandainya pikiran adalah diri, maka dia akan berbuat apa yang diinginkannya. Tetapi pikiran selalu menghindari apa yang ia tahu benar, dan berbuat apa yang ia tahu salah. Sehingga menjadi terganggu, tertarik dan bangga atas keinginannya. Oleh karena itu pikiran juga bukan merupakan diri tersebut.
Anggota Tubuh Yang Egois
Suatu waktu seluruh anggota tubuh merasa benci terhadap perut. Mereka semua iri karena mereka selalu harus bekerja keras mempersiapkan makanan dan membawanya sampai ke perut, sementara perut sendiri tidak pernah berbuat lain kecuali mencerna hasil jerih payah pekerjaan mereka.
Sehingga mereka mengambil keputusan untuk melakukan demonstrasi dengan mogok membawa makanan ke perut. Pikiran tidak mau memikirkan untuk makan, anggota tangan tidak mau mengambil makanan ke mulut, gigi tidak mau mengunyah, dan tenggorakan tidak mau menelan, itulah kesepakatan mereka. Hal ini, menurut mereka akan memaksa perut untuk bekerja bagi dirinya sendiri tanpa harus tergantung sama mereka.
Tetapi hasil keputusan tersebut menghasilkan pikiran yang lemah, tubuh yang lesuh, tidak bersemangat hingga hampir membuat mereka berada dalam garis kematian. Akhirnya dengan lemah, mereka baru menyadari kesalahan keputusan mereka, dimana mereka sadar bahwa tubuh ini tidaklah murni berdiri sendiri adanya, dimana perasaan ke-aku-an hanya akan menyebabkan penderitaan, dan satu sama lain seharusnya saling bergantungan.
Ketika orang mengatakan, misalnya, "Aku punya mobil", maka orang tersebut menggunakan kata diri yang sangat menyenangkan yaitu, `Aku' untuk menunjukkan faktor jiwa dan fisiknya. Pada kenyataannya, tidak ada sifat `Aku' atau `diri'. Sejauh orang memikirkan, bahwa diri adalah kekal dan bebas, maka dia akan terikat pada dirinya dan sifat keakuannya. Tidak saja dia akan merasa selalu dipersulit oleh orang lain dan situasi, tetapi dia juga akan merasa dipaksa untuk melindungi dirinya sendiri, harta bendanya, bahkan opininya dengan segala daya upaya.
Apabila orang telah menyadari, bahwa diri hanyalah suatu nama yang menyenangkan untuk menampung segala faktor perubahan jiwa dan fisik, maka dia tidak akan terikat pada perasaaan takut dan tidak aman. Dia akan menemukan lebih mudah untuk tumbuh, belajar, berkembang, dan bersifat sopan, rendah hati, dan simpati, karena dia tidak perlu lagi mempertahankan segala sesuatunya.
Menyadari kenyataan dari ketanpa-akuan merupakan tanda keberadaan ketiga. Segala sesuatu yang tidak kekal adalah menderita, dan segala sesuatu yang tidak kekal dan menderita adalah tanpa inti adanya. Mereka yang menyadari kebenaran dari ketiga fakta keberadaan tersebut, akan mampu mengatasi penderitaan, karena pikiran mereka telah bebas dari khayalan dan kekekalan, kesenangan dan sifat keakuan.

"Kebebasan dari nafsu merupakan kebahagiaan di dunia, suatu keadaan yang mengatasi semua nafsu keinginan inderawi. Tetapi penghancuran kesombongan yang menganggap `Inilah Aku', ini adalah kebahagiaan yang tertinggi." (Udana, 10) 
Related Posts

Related Posts

Post a Comment

samsung galaxy